September 16, 2008 - Good Luck My Dear Christina

“Bu, boleh saya minta waktu sebentar?”

Begitu sapa Christina, salah seorang staff aku saat menjelang istirahat siang.

“Kamu bikin Ibu deg-degan aja, ada apa sih?”

Candaku, sambil berfikir, pasti ada yang serius. 

Christina adalah salah satu staff dalam department keuangan yang aku pimpin di perusahaan tempat aku bekerja.  Dia kebanggaanku, staff terbaikku, dia masuk 2 tahun lalu, semenjak baru lulus dari Akuntansi Atmajaya, hasil seleksi di kantor.  Dia memperoleh suara bulat, dari aku dan 3 orang direktur (Jepang) yang mewawancarai beberapa kandidat.

Dia sangat pandai, cepat menyerap semua ilmu yang aku turunkan, baik ilmu teknis, maupun non teknis.  Dia bisa menampung, berapapun pekerjaan yang dilimpahkan kepadanya, dan tidak mengeluh.  Kadang aku mengetahui kalau dia overload, dan biasanya aku ajak bicara atau aku take over beberapa pekerjaannya.

Dia adalah staff terbaik yang pernah aku miliki.  Dan aku sangat senang membagikan semua ilmu yang aku miliki, karena beberapa tahun ke depan, aku merencanakan dia untuk menggantikan aku, bila suatu saat aku harus pindah ke perusahaan lain atau dipromosikan.  Dia andalanku.

Sejak kehadirannya, pekerjaanku menjadi jauh lebih ringan, sehingga aku pernah minta ke Presdir untuk mengambil alih beberapa pekerjaan GA (General Affair), tetapi belum di-approve.

Kita ke ruangan meeting.

“Bu, Ibu masih ingat waktu saya menceritakan bahwa saya diwawancarai GE beberapa waktu yang lalu?”

Dia mengingatkan curhat-annya beberapa waktu yang lalu.  Memang beginilah cara aku memimpin, aku membebaskan staf-staf aku untuk melakukan wawancara kerja dimanapun, karena mereka berhak mendapatkan tempat dimanapun mereka inginkan.  Sementara, saat mereka menjadi karyawan di perusahaan ini, di departemen aku, lakukan yang terbaik, penuh tanggung jawab.

“Saya diterima jadi karyawan tetap, Bu, tetapi masih ada satu langkah lagi, belum medical check up” lanjutnya.

“Ohya? Syukurlah…….Ibu ikut senang, apakah itu yang memang kamu inginkan? Kamu dapat gaji berapa di sana?”

Tanyaku dengan perasaan bercampur aduk. 

“Sekian……..” jawabnya, dan itu 3 kali lipat gajinya di perusahaan ini.  Memang perusahaan jepang memiliki standard gaji yang relatif lebih kecil daripada perusahaan Amerika, aku pun mengerti itu karena aku telah juga memiliki pengalaman kerja di perusahaan amerika.  Walaupun akupun menyadari bahwa ada beberapa point kelebihan perusahaan jepang dibandingkan dengan perusahaan amerika.

Sebagai pribadi aku sangat senang, telah berhasil “mengantarkan” salah satu staff aku mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.  Walaupun ada sedikit perasaan sedih, karena akan kehilangan salah satu staff terbaik aku.

“Bu, terima kasih ya? Ibu telah mendidik saya dengan sangat baik sejak saya bekerja di sini.  Satu-satunya hal yang paling memberatkan saya untuk keluar dari sini, adalah kemungkinan saya tidak mendapatkan atasan sebaik Ibu di tempat lain” katanya dengan mata berkaca-kaca.

“Kamu harus terima jabatan itu, Christina, kamu masih muda dan harus punya banyak pengalaman, Ibu bangga sekaligus sedih tentunya.  Ibu bangga kamu telah berani melangkah, dan Ibu sedih karena kamu adalah staff kebanggaan Ibu dalam depertemen ini”  jawabku jujur dan tulus.

“Christina, denger ya?  Terima kasih atas perkataan kamu, Ibu hanya melakukan yang terbaik yang bisa Ibu lakukan, tetapi yang membuat Ibu atasan yang “baik” bagi kamu adalah kamu sendiri.  Kamu menerima semua yang Ibu berikan dengan sangat cepat, dan tidak semua rekan rekan kamu melakukan hal yang sama.  Kamu tidak mengeluh bila pekerjaan kadang begitu banyak, kamu menuruti nasehat Ibu untuk membantu rekan lain bila kamu sedang tidak terlalu sibuk.  Kamu memanfaatkan dengan sangat baik keberadaan Ibu, kamu yang membuatnya sendiri”  kataku sambil mengeluarkan jurus-jurus motivator yang memang aku sukai.

“Nanti, dimanapun kamu berada, siapapun atasan kamu, apapun karakternya, yang membuat mereka jadi atasan yang “baik” untuk kamu adalah kamu sendiri, kamu harus terus belajar untuk menjadi better person di bawah kepemimpinan siapapun.  Kalau kamu mendapatkan atasan yang galak, seperti atasan Ibu waktu Ibu pertama kali kerja, jadikan dia sebagai motivasi untuk membuat kamu bisa belajar dan bekerja lebih keras untuk tidak membuatnya marah.  Jadikan dia pendisiplin kamu terbaik dan jadikan dia penguat mental kamu.”

“Seperti yang sering Ibu katakan, mengabdilah kamu bagi atasan dan perusahaan dimana kamu bekerja, tetapi……ingat ya, ini yang penting, lakukan itu bukan UNTUK mereka, tetapi lakukan untuk diri kamu sendiri dan Tuhan.”

“Good Luck My Dear Christina……” tutupku, sambil bersalaman dan memberikannya pelukan hangat.

 
Cibitung, 16 September 2008

Ibu Manager yang bersiap memiliki “murid” baru lagi.

 

Comments

Popular posts from this blog

Pendidikan Dasar Wanadri, Mau Bikin Anakku jadi Apa?

Skinhead

beng-beng