December 9, 2008 - Pengorbanan yang Cantik

Kemarin, Hari Raya Idul Qurban….

Untuk pertama kalinya, kami sekeluarga “berlebaran sendiri”, tidak pulang ke rumah mertua di Sukabumi, tidak juga berlebaran bersama Ibundaku karena beliau ada acara lain.

Ketat sekali liburan lebaran kali ini, load pekerjaanku sedang peak, akhir tahun bagi akuntan yang mengurusi “dapur perusahaan” tempat aku bekerja, membuat aku harus berada di kantor di hari Sabtu menjelang malam takbiran.  Juga, sehari setelah lebaran, anak-anakku harus sudah memulai ulangan umum semester 1.  Sehingga kami “tidak bisa kemana-mana”.

2 hari, kami berempat, melakukan segala aktifitas yang berkaitan dengan lebaran Idul Qurban bersama-sama.  Mulai dari mengunjungi keluarga adik, berbelanja, memasak untuk lebaran, Sholat Ied, dan di rumah anak-anak harus belajar mempersiapkan ulangan umum.

Ada 2 hal yang bagiku sangat berkesan, 2 hal sederhana yang dilakukan oleh suamiku, yang membuat lebaran kali ini, adalah lebaran tercantik yang membuat hatiku berbunga-bunga, dan membuat segala “pengorbanan” yang aku lakukan dengan ikhlas tanpa merasa berkorban untuk keluarga/rumah tangga selama ini, menjadi indah.

Pertama, Yoga, suamiku memasak.  Ya….dia yang memasak untuk lebaran kali ini, memasak gulai dan rendang.  Anak-anak senang sekali dan tidak berhenti memuji dan terus terusan melahap makanan.

Salah satu kekurangan terbesarku menjadi istri dan ibu, adalah tidak pandai memasak.  Masakan sederhana ala aku, bisa aku lakukan, tetapi bila sudah diminta memasak yang rumit, wah… entah mengapa aku sangat tidak PD, dan kemudian memang hasilnya mengecewakan.  Dapur, bukanlah salah satu tempat favoritku.

Biasanya, bila tidak ada yang memasak di rumah, dan bukan waktunya untuk masakan sederhana, maka kita akan hunting restaurant, dan itu sama menyenangkannya bagi kita.

Tetapi kemarin, suamiku yang memasak.  Sederhana bukan? “Hanya memasak”, dimana istimewanya?  Tetapi, bila teman-teman mengenal suamiku, maka “memasak” bagi dia adalah luar biasa istimewa.  Karena dia memasak dengan cinta, memasak dengan kasih, memasak dengan melepaskan egonya.  Memasak, walaupun sama tidak pandainya dengan aku, tetapi dia memasak agar aku tidak usah terbeban untuk memasak. 

Aku tersanjung sekali……

Yang kedua, malam harinya, dia mengucapkan sebuah kalimat, yang baru pertama kali dia ucapkan seumur pernikahan kami yang sudah hampir 14 tahun, yang diucapkan dari hatinya, dan diucapkan dengan mata yang penuh cinta.

“Sayang, apakah kamu berbahagia menikah denganku?”

Pertanyaan yang sederhana bukan? Tetapi menanyakan pertanyaan itu, dengan harap-harap cemas, bahwa semua hal terbaik yang berusaha keras dilakukannya selama ini, belum cukup membahagiakan istrinya.

Pertanyaan, yang diajukan dari mulut seorang Yoga, suamiku, yang tidak banyak bicara, tidak punya ambisi menggebu-gebu, tetapi kharismanya luar biasa.  Dia bukan pejabat kaya raya, bukan pula selebritis yang menghiasi tabloid gosip, bukan pula pemilik perusahaan raksasa.  Dia “hanyalah” seorang seniman, musisi, yang memiliki talenta luar biasa, namun hidup sederhana dan memiliki impian sederhana.

Tetapi kharismanya luar biasa, entah mengapa…..Ibu dan Bapak Mertua, kerap menceritakan bagaimana Yoga satu satunya anak yang “tidak bisa ditolak”, selalu disegani oleh orang-orang di kampungnya.

Aku tidak habis pikir, dia bisa membuat seorang kiai besar, yang memiliki pesantren besar, yang ribuan santrinya cium tangan padanya, dan banyak orang tidak berani menatap matanya, dengan santainya…main ke rumah kita dan bernyanyi nyanyi santai bersama suamiku.

Dia bisa membuat para pejabat daerah di wilayah kami, dengan santainya menelpon suamiku, dan mengajak melakukan kegiatan santai, yang biasa mereka lakukan bersama pejabat lain yang lebih tinggi.

Kami tidak pernah berkelebihan, dan jarang membuat acara di rumah, tetapi setiap kami mengundang orang, untuk Aqeqah, atau selamatan, atau pengajian, atau acara apapun, yang datang selalu berlipat lipat dari yang kita undang dan kita prediksikan datang…..Alhamdulillah.

Itu suamiku, kharismanya luar biasa….. belum lagi para ibu-ibu komplek yang sering “cemburu” padaku, karena tidak habis mengerti, bagaimana ”seorang aku” bisa membuat sang suami “tidak bisa digoda”.  Belum lagi para penyanyi yang bermanja-manja, dan pernah ada seorang Ibu seorang penyanyi yang pernah ikut menyanyi dengan suamiku, “menyodorkan” anaknya untuk dijadikan “istri kedua” suamiku.  Suamiku juga pernah membuat seorang model terkenal di Bandung hampir gila karena ditinggalkan.

Itu suamiku, dan dia menanyakan pertanyaan itu: “Sayang, apakah kamu berbahagia menikah denganku?”.

Terbang rasanya aku…..

Alhamdulillah……Idul Qurban kemarin bagiku, adalah yang tercantik bagiku, mendapatkan 2 hadiah terindah dari suamiku.  Cantik sekali rasanya pengorbananku selama ini.

Pengorbanan tidak pernah terasa berat, saat kita melakukannya dengan ikhlas, dan hadiah yang tidak pernah diharapkan untuk diterima hasil pengorbanan itu, terasa sangat indah dan cantik.

Comments

Popular posts from this blog

Pendidikan Dasar Wanadri, Mau Bikin Anakku jadi Apa?

Skinhead

beng-beng