November 20, 2008 - Polisi Oh Polisi

Beberapa sms masuk ke hp-ku yang masih jadul, di hari minggu lalu, tanggal 16 November 2008, “Met ulang tahun ya Yud….”,

Lho? Sejak kapan ulang tahunku maju seminggu? Perasaan di KTP, tanggal 23 deh…….kucek lagi KTP dan SIM-ku…… masih tanggal yang sama…. selidik punya selidik, ternyata ulah temanku yang salah kebet dan keburu diumumkan di milis, jadilah aku cuma cengar cengir menerima banyak ucapan selamat ulang tahun seminggu sebelum tanggalnya.. ..

SIM…..oh, ternyata hari minggu nanti, masa berlaku SIM-ku akan habis, maka kuambil cuti untuk mengurus perpanjangan SIM ku kemarin.  Eh, bukan perpanjangan, tetapi membuat SIM baru karena KTP-ku sudah beralamat di Bogor.  Maka berangkatlah aku, ditemani suami ke Polres Bogor di Cibinong, di hari kemarin…..

Kami memasuki Polres Cibinong, dengan keyakinan hati bisa mengurus SIM dalam waktu kurang dari 1 jam, seperti yang sudah “biasa” dilakukan orang-orang yang “mengerti jalur expres”.  Ada yang aneh……para calo atau “polisi preman” yang biasa berkeliaran dan mudah ditemukan, tidak tampak……

Pas ditanyakan pada salah satu polisi yang bertugas di tenda tempat test praktek, ternyata katanya sejak bulan ini, calo sudah dilarang, semua harus melalui jalur resmi, denda 20 juta bagi polisi dan calon pembuat SIM yang ketahuan memakai jasa calo.

“Alhamdulillah. ……” pikirku, ternyata polisi sekarang sudah “bersih”, seperti pengalamanku di kantor pajak beberapa kali pemeriksaan di perusahaan tempatku bekerja, kami tidak lagi “pusing” soal “uang damai”, semua sudah “zero undertable money” - walaupun pada prateknya ada saja yang masih mancing-mancing.

Maka kita jalankan, mulai dari ambil formulir (gratis), cek kesehatan (membayar Rp. 15,000), dan test tertulis (gratis).  Aku baca tulisan besar besar di depan loket “Biaya pengurusan SIM baru Rp 75,000 dan SIM perpanjangan Rp 50,000.  Tidak boleh memakai calo.  Tidak ada biaya tambahan.” 

“Alhamdulillah,” bathinku lagi, ada kelebihan dari dana yang aku siapkan, bisa buat membayar tagihan lain.  Waktunya pun relatif tidak lama, kami datang jam 10-an, saat Dzuhur aku sudah selesai test tertulis. 

Saat test, polisinya galak juga…..ada calon pembuat SIM yang sepertinya mau contek-contekan, di suruh keluar ruangan.  Duduklah aku dengan tenang, kukerjakan 30 soal dengan mantab…… .”Ah….paling juga salah 1-2 saja yang aku bingung, Insya Allah lulus”, ujarku dalam hati.

Selesai test, waktunya istirahat, kita segera menuju mesjid dalam kawasan Polres dan makan siang di kantin persis di belakang mesjid.  “Abis ini test praktek, sidik jari dan foto, Insya Allah sebelum Ashar kita sudah selesai” bathinku senang.

Selesai waktu istirahat, pukul 12.30, namaku dipanggil masuk kembali ke ruang test tertulis.  Kulihat ada separo dari peserta test tadi yang sudah duduk di situ.  Kuambil hasil test, berupa sehelai kertas kecil, tertulis namaku, jenis SIM yang akan aku ambil dan cap “TIDAK LULUS”.

Deg……..”Waduh, kok tidak lulus ya? Perasaan tadi soalnya gampang dan aku bisa mengerjakan dengan mantab”, bathinku bingung.  Aku dipersilakan duduk bersama kira-kira 20 orang lainnya, dengan memegang kertas yang sama.

Lalu Pak Polisi berkata, “Saudara-saudara tidak lulus test tertulis, silakan pulang dan kembali lagi besok untuk mengulang test.  Bagi yang ingin d i b a n t u, bisa kita lakukan, dengan meluluskan saudara-saudara, langsung tidak usah test tertulis lagi dan test praktek, langsung foto dan SIM saudara-saudara selesai, tetapi tidak bisa hari ini, mohon kembali hari Sabtu tinggal foto.  Biayanya Rp 250.000 bagi yang SIM A/C biasa dan Rp 500.000 bagi SIM A Umum.  Pembayaran dilakukan di sini sekarang, silakan “titip” ke petugas “A”, bagi yang tidak bersedia, silakan pulang dan kembali besok untuk test ulangan”

Gubrak!

Semua yang ada di ruangan itu bengong….. ..sepertinya memang masih “terkaget-kaget”, karena dari ekspektasi dimana kita sudah berfikiran bahwa kantor polisi sudah “bersih dari calo” artinya “bersih dari korup”, eh………ternyata ……..

Aku minta ijin keluar untuk menemui suamiku, meminta pendapatnya.  Setelah kita pertimbangkan, dan mengingat ingat pengalaman adikku yang pernah keukeuh tidak mau “dibantu”, sampe 4 kali tidak lulus, bolak balik dan “akhirnya” harus “membayar lebih” juga, juga cerita para tetangga…. ….dan memperhitungkan opportunity cost bahwa aku tidak bisa terus terusan minta cuti untuk mengurus SIM dan tidak lulus-lulus, akhirnya dengan berat hati kita putuskan, kita “ikutin” permainan mereka.

Polisi oh Polisi…… ..

Sepanjang jalan pulang, kita diskusikan bagaimana “mengerikan”nya korupsi berjamaah yang sudah mendarah daging di negeri tercinta ini……bahkan “lebih mending dulu”, terang terangan pake calo, tidak sampai 1 jam selesai, daripada sekarang “berlindung” dibalik papan papan “polisi bersih, anti korupsi”, tetapi pada prakteknya.. …lebih mengerikan karena “menipu”.

Semoga Allah memaafkan dosaku hari kemarin, telah menyogok untuk membuat SIM, dan semoga Allah membukakan hati para pemimpin negeri ini dan menyadari bahwa kita hidup dalam negeri yang luar biasa korup, amin……..

 
Jonggol, 20 November 2008

Warga Negara Indonesia yang prihatin.

Comments

Popular posts from this blog

Pendidikan Dasar Wanadri, Mau Bikin Anakku jadi Apa?

Skinhead

beng-beng