Kisah Hana - Episode#2 Dari Hutan Aokigahara ke Gunung Mihara

 Tahun 1945

 Perang dunia ke-2 pecah di tahun 1939, dan Jepang adalah salah satu negara kuat yang ingin mendominasi Asia Timur, sehingga suasana perang pun terasa di Jepang. Dengan harapan keselamatan anaknya lebih terjamin, ibunya Hana mengungsikan Hana ke desa terpencil, tempat keluarga jauh mereka tinggal, Bibi Junko, di desa Iyashi no Sato, di kaki Gunung Fuji, dekat Hutan Aokigahara, pada tahun 1944.

“Ne…Hana-chan, kamu harus kuat ya? Jangan menangis. Bantu-bantu Junko Obasan.“ mama berpesan sebelum meninggalkan Hana.

“Nanti kalau keadaan sudah aman, mama jemput ya?” lanjut mama memberikan harapan.

“Iya ma..“ jawab Hana sedih menahan air matanya.

Tidak ada pelukan, tidak ada air mata. Sembilan tahun Hana, hanyalah seorang gadis kecil yang belum mengerti apa itu perang, yang dia ketahui perang adalah keadaan yang memisahkan dirinya dengan ibunya. Selama ini ibunya adalah satu-satunya orang yang dia percaya dan menjadi tumpuan hidupnya.

“Aku harus kuat” batin Hana

“Mama pasti jemput aku nanti!” Hana meyakinkan dirinya sendiri, menghibur dirinya.

Hana belum beranjak masuk ke rumah, sebelum punggung ibunya menghilang di jalan desa diantara pepohonan. Dari kejauhan, Hana bisa melihat Hutan Aokigahara rimbun dan gelap, namun entah bagaimana Hana merasakan seperti melambai memberi salam selamat datang kepada Hana. Hana menatap sekejap, dan segera masuk ke dalam rumah mengikuti panggilan Bibi Junko.

Hutan Aokigahara dikenal sebagai hutan bunuh diri. Bunuh diri bagi orang Jepang, adalah cara paling terhormat untuk menebus dosa atau kesalahan, atau menghindari dari rasa malu dan menyusahkan orang lain. Hutan seluas 7400 hektar yang dipenuhi dengan pohon pinus dan kanopi cemara, bagaikan payung raksasa yang menyimpan sejuta keindahan, sekaligus kengerian.

Cerita tentang seorang anak, yang menggendong orang tuanya yang sudah renta dan tidak kuat berjalan, masuk ke dalam hutan Aokigahara, dan meninggalkan orang tuanya di hutan untuk mati, adalah cerita biasa. Bahkan, sering kali atas permintaan sang orang tua, yang akan merasa lebih terhormat baginya mati, ketimbang menjadi beban bagi anaknya.

Malam itu, Hana nyaris tidak bisa memejamkan matanya, pikirannya berkecamuk antara sedih ditinggalkan ibunya, dan Hutan Aokigahara seperti menghipnotisnya. Hana kecil akhirnya terlelap menjelang pagi.

 Photo by Pinterest - Sonja


"Hana, nanti bersihkan lantainya” Bibi Junko mengingatkan Hana di pagi hari

“Iya Bibi” sahut Hana datar, tidak beremosi.

Membersihkan lantai adalah tugas Hana sehari-hari, untuk membantu Bibi Junko yang tinggal sendirian.

Rumah Bibi Junko masih sangat tradisional, dengan dinding dari ayaman bambu, beratapkan jerami dan berlantai kayu. Apabila ingat rumah-rumah di film Oshin yang sempat ramai di Indonesia, kira kira seperti itulah keadaan rumah Bibi Junko, tempat Hana diungsikan selama 2 tahun.

Desa Iyashi no Sato, juga dikenal dengan nama Saiko Iyashi no Sato, karena terletak di dekat Danau Saiko. Hana kecil sering kali berjalan kaki sampai ke danau. Sendiri. Memandangi danau yang luas, mengingat dan merindukan ibunya.

Kadang kala, Hana hanya berjalan ke belakang rumah, memandangi Gunung Fuji yang terlihat sangat anggun, bagaikan putri raja sedang tertidur, begitu cantik, begitu tenang. Sendiri.

Tidak ada tempat bagi Hana untuk merengek atau menangis. Ingin menangis pun hanya akan didengar oleh lebatnya pepohonan atau pekatnya malam. Dan Hana kemudian akan tumbuh menjadi seorang wanita yang luar biasa kuat, luar biasa dingin. Hampir tidak pernah ada seorang pun yang pernah melihat air mata Hana, bahkan anak-anaknya kelak.

Perang dunia ke-2 berakhir bulan September 1945, satu bulan setelah Jepang menyerah kalah setelah Amerika menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki bulan Agustus 1945. Satu tahun setelah peristiwa bom itu, Hana dijemput ibunya untuk tinggal bersama mama dan papa tirinya di pulau Oshima, sebuah pulau di selatan kota Tokyo. Dari Tokyo, membutuhkan waktu 2 jam dengan kapal feri melalui laut atau sekitar ½ jam dengan pesawat terbang kecil melalui udara sampai ke Pulau Oshima.

Pulau Oshima kemudian menjadi rumah Hana, tempat Hana menghabiskan masa kecil menjelang remajanya sampai dewasa, bersama 7 saudara tirinya. Papa tirinya sudah memiliki 4 orang anak, saat menikah dengan ibunya Hana, dan dari pernikahan mereka, lahirlah 3 orang adik tirinya Hana. Pulau Oshima memiliki sebuah gunung, bernama gunung Mihara. Kawah Mihara adalah juga dikenal sebagai tempat bunuh diri.


bersambung

Comments

Popular posts from this blog

Pendidikan Dasar Wanadri, Mau Bikin Anakku jadi Apa?

Skinhead

beng-beng