Edisi Belajar Jadi Mertua: Memberi - Baik atau Merusak?

Nah.... seru nih....

Jadi ceritanya minggu lalu, saat ada libur hari Kamis, aku main ke rumah penganten baru di KS Tubun, sama adikku, Nia.

Ceritanya aku pengen Nia, bibinya Aisyah sekalian praktek masak, kasih training masak ke Aisyah (mohon maklum, aku ga bisa masak dan apalagi ngajarin masak), maka belanjalah aku dan Nia. Maklum namanya ibu-ibu, kalo belanja suka kalap, ambil ini ambil itu, sampe gak kurang dari 10 kresek plastik belanjaan, kita bawa tergopoh gopoh ke rumahnya Aisyah dan Tias.

Singkat cerita, aku, Nia dan Aisyah, spending nice time, di rumah mereka, siang itu, bertiga (sang suami, Tias bekerja), sekalian masak-masak, cerita-cerita Aisyah pengalaman jadi ibu rumah tangga, malah panggil go-massage segala. Saat Tias pulang kerja sorenya, kita makan di rumah dan lanjut nge-date ber-4 nonton Marvel.

Tampak menyenangkan dan baik-baik ya?
Aku cerita dong sama Yoga, ayahnya Aisyah pas ke Bandung (Yoga lagi tinggal di Bandung nemenin Almas), dan "diomelin-lah" aku.

"Kamu ga boleh begitu?" Yoga menasehati.

Lah? Dimana coba ya salahnya?

Dan akhirnya kita berdiskusi dan mengertilah aku. Ternyata apa yang aku lakukan tidak sepenuhnya "baik". Kenapa?

Karena aku sudah bukan lagi "ibunya Aisyah" dalam kapasitas yang sama saat sebelum 23 Februari 2019. Sejak 23 February 2019, status pertama Aisyah adalah "istrinya Tias".

Dan memberikan ini itu yang sebelumnya bisa aku lakukan sesuka hati, selama aku ikhlas dan anaknya ikhlas dan demi kebaikan si anak, sekarang sudah tidak bisa lagi aku lakukan sesuka hati.

Ada banyak cerita dan bahkan beberapa pasangan yang aku dan Yoga kenal, yang baik disadari ataupun tidak, bahwa "keterlibatan" Ibunya pengantin wanita (atau pria juga) yang "terlalu dalam" justru mengakibatkan kurang baik bagi hubungan suami-istri.

- Ada pasangan yang sudah puluhan tahun menikah, sang wanita anak dari orang tua yang sangat sangat berada, sedangkan sang pria datang dari keluarga sederhana. Sang Ibu wanitanya, selalu menganggap bahwa sang menantu "tidak memberikan cukup" kepada anaknya dan cucu-cucunya, sehingga sang Ibu selalu memberikan bantuan ini itu, sesuai standarnya (cucu sekolah di luar negeri, dll). Padahal sang pria sudah menjadi pengusaha yang cukup sukses, tapi tetap di mata sang Ibu, sang menantu tidak pernah cukup, dan sang pria tidak pernah merasa bisa mencukupkan, walaupun dari kacamata orang luar, sudah lebih dari cukup. Sang pria merasa tidak dihargai, dan hubungan mereka selalu "harus" memikirkan "perasaan" sang Ibu. Walaupun mereka masih menikah setelah puluhan tahun, tapi dari curhatan sang pria, kebahagiaannya tidak sempurna sebagai suami dan menantu, dengan bayang bayang Ibu Mertua yang "terlalu berkuasa"

- Ada juga pasangan lain yang aku kenal, yang akhirnya memutuskan untuk bercerai, dan setelah diusut-usut, adalah dikarenakan sang Ibu terlalu ikut campur dalam hubungan suami istri anaknya, saat suami dan istri ada masalah, sang Ibu bukannya "mengembalikan" para anak dan menantu untuk mencari jalan terbaik supaya bisa menyelesaikan masalah mereka, justru sang Ibu menjadi "racun" dengan "membela" anaknya dan menyalahkan menantunya, dan persoalan makin tajam, dan berakhir perceraian.

Aku sebenarnya secara keilmuan, sudah mengerti hal-hal di atas, bahwa menempatkan diri sebagai Ibu yang mendukung bagi anak-anak yang sudah menikah haruslah ekstra hati-hati, tidak boleh menasehati tanpa diminta, tidak boleh mengurusi urusan rumah tangga mereka, dan sebagainya dan sebagainya. Namun kenyataannya, tidak semudah itu.....

Yoga mengatakan, biarlah mereka membuat pola mereka sendiri, kalopun mereka bahagia berdua dan ikhlas dan mampunya makan tahu tempe hari ini, ya biarkan.... gak usah kita belikan ayam atau daging, mereka akan makan ayam dan daging pada waktunya. Pria membutuhkan kebanggaan untuk bisa memberikan yang terbaik buat istrinya, sekecil apapun itu.

Siap! Laksanakan!

Begitulah...... pelajaran penting buatku, tahan diri, biarkan, pantau seperlunya, jangan terlalu kepo... :-)



Comments

  1. thank you sharingnya, saya jadi bisa belajar juga...persiapan ke depan jd mertua yg menyenangkan haha

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pendidikan Dasar Wanadri, Mau Bikin Anakku jadi Apa?

Skinhead

beng-beng