My Golden Birthday

 It's 50!

Akhirnya sampai juga.

Hari senin lalu, tanggal 23 November 2020, umurku tepat 50 tahun. Setengah abad.

Alhamdulillah, sudah 1th lebih lama daripada umur Ayahanda yang hanya mencapai 49th. Suami dan anak-anakku bertanya, bagaimana rasanya menjadi 50th?

Rasanya...... yang paling pertama aku rasakan adalah rasa bersyukur. Aku bersyukur mencapai usia ini dan masih merasakan sehat, bukan hanya sehat jasmani, tetapi sehat juga rohani, aku tidak stres, tidak tertekan ataupun perasaan yang tidak menyenangkan yang berkepanjangan. Aku merasa tenang, damai dan bahagia. Tentu kadang ada perasaan cemas, marah, sedih, pusing namun hanya sementara dan sedikit.  

Aku bersyukur, aku memiliki seorang suami yang baik, dan anak-menantu yang baik. Mereka menjalani hidup mereka dengan baik, sedang berjuang untuk menggapai cita cita mereka, sudah menemukan impian mereka dan sedang menjalani untuk mencapainya. Aisyah, sarjana hukum dan sedang menjalani S2 nya, dan akan menjadi SH.LLM dalam 1th ke depan, dan sudah bekerja di kantor konsultan Big 4. Almas, calon sarjana psikologi, yang bercita-cita menjadi Psikolog. Dan Tias, polisi khusus (senjata KBR/kimia biologi radioaktif), calon SH, pengusaha dive center dan sedang menunggu pengumuman FPU. Selama 23th memiliki anak, sampai kini sudah memiliki menantu, dan 25th berumah tangga, apakah baik teruss? Oh tentu tidak :-), ada up and down, ada konflik, ada banyak hal yang terjadi, namun kekuatan ikatan kami Alhamdulillah masih kuat, dan semoga akan terus menguat.

Aku bersyukur, aku memiliki tempat tinggal yang baik, nyaman dan luas. Aku bisa mendengarkan kicauan burung setiap pagi, karena WFH jadi tidak tinggal di kamar kost dekat kantor, aku bisa menikmati udara segar dan ketenangan di rumah, untuk bekerja, untuk berkumpul bersama keluarga, dan untuk menikmati hari-hariku. Memang "agak jauh" dari hiruk pikuk Jakarta, ada enak, ada tidaknya, tapi ini rumahku, rumah kami. It's home.

Aku bersyukur, memiliki pekerjaan yang baik di perusahaan yang (sangat) baik, bahkan di masa pandemi ini masih terus baik penjualannya dan tidak ada pengurangan/pemotongan gaji ataupun karyawan, seperti banyak terjadi di perusahaan-perusahaan lain yang berkesulitan di masa pandemi ini. Bahkan ada saja 1-2 perusahaan besar menelpon menawariku pekerjaan atau head-hunter setiap bulannya. Apakah pekerjaanku selalu baik? Syukurnya iya, sampai perusahaan ke-6 ini selama 25th berkarir, semua perusahaan tempatku bekerja adalah perusahaan-perusahaan besar dan ternama. Namun, dalam perjalanan karirku, aku sempat mengalami PHK 2x, karena perusahaanya merger. Dan tentunya ada masa-masa sulit, ada masa-masa dimana gajiku habis sebelum bulannya habis (ini sih masih apa ya? hihi), ada masa-masa bukan hanya sering lembur pulang malam, bahkan pulang pagi, dan dalam hitungan jam, sudah ke kantor lagi, ada masa-masa tiap mau ke kantor rasanya mual karena saking sebelnya sama bos, dan banyak lagi tantangan yang aku jalani selama meniti karir dari fresh graduted (dengan gaji Rp 800rb/bulan), sampai sekarang. Walaupun belum mencapai posisi direktur di-usiaku sekarang, namun aku tetap bersyukur, ada (banyak) rejeki baik yang sudah aku nikmati. Sedikit penyesalanku adalah aku tidak memaksakan diri untuk mengambil S2, karena memang kondisi keuangan yang tidak memungkinkan saat itu. Apa sekarang aja ya?

Aku bersyukur, masih sering bersilaturahmi dengan adik-adik, dan keponakan-keponakan, tetap bersilaturahmi dengan kakak-kakak, sepupu-sepupu, tante oom acil paman, walaupun intensitasnya terbatas, namun tetap terhubung dengan sosmed atau lainnya. Bahkan aku sudah memiliki beberapa cucu dari pihak keponakan sepupu. Terlepas mereka ada dimana, jaman sekarang jarak sudah tidak menjadi halangan. Sayangnya komunikasi putus dengan keluarga dari pihak Mama di Jepang, sejak Mama meninggal 11th yang lalu, semoga mereka semua baik-baik. Namanya keluarga besar, pasti ada saja berbeda pendapat dan berbeda pandangan, saling ber-ghibah satu sama lain, juga saling kangen satu sama lain, namun aku menanggapinya dengan baik saja semua, dan semua menjadi baik-baik saja saat kita melihat/mengganggap semuanya baik. Yang "kurang baik" ya ga usah dianggap, beres!

Aku bersyukur, memiliki banyak teman teman baik, masih sering berkumpul dengan teman-teman SMA dan kita sudah berteman 34th, sebagiannya adalah teman teman SMP, berarti sudah berteman selama 37th, masih berkomunikasi walaupun sekedar menyapa di sosmed dengan teman teman SD ataupun kuliah, teman teman dari kantor-kantor sebelumnya dan temannya teman. Punya banyak teman-teman baru di komunitas yang aku ikuti, masih bisa belajar hal-hal baru dan melakukan hal-hal menyenangkan lainnya. Banyak yang mengatakan bahwa tidak ada gunanya punya banyak teman, namun tidak ada saat kita berkesulitan.... lah ya soal sulit, itu ya urusan kita sendiri, kenapa jadi urusan teman? Gimana caranya biar saat kita sulit banyak yang membantu? Ya kita dulu yang banyak membantu teman-teman yang berkesulitan, maka insya allah akan ada pertolongan saat kita sulit, entah dari manapun datangnya. Apakah kita sudah banyak "hadir" di dalam kesulitan teman/keluarga? Bila jawabannya, iya, insya allah saat kita kesulitan, banyak kok yang akan "hadir". Kalau belum, dan saat kita berkesulitan yaa.... gimana ya? Gimana mau panen kalo kita tidak pernah menyebar benih?

Apa lagi ya?

Aku bersyukur, masih bisa melihat langit biru itu biru, karena mereka-mereka yang tidak bisa bersyukur, walaupun langit begitu biru, begitu indahnya, tidak akan tampak....

Apa keinginan yang belum tercapai? 

Banyak. Aku belum punya beach house, aku belum sempat ikut cruise (liburan di kapal pesiar), aku belum sempat keliling eropa, aku belum kurus, aku belum S2, aku belum punya usaha sendiri yang akan menopang masa tuaku setelah pensiun kelak, aku belum naik haji, bahkan belum umroh-pun, aku belum punya cucu sendiri, aku belum jadi direktur, aku belum....

Apakah semua akan tercapai sebelum aku dipanggil-Nya? Entahlah....

Kalaupun tercapai Alhamdulillah, kalaupun tidakpun, tidak apa-apa.... tidak ada yang membebaniku saat ini. Apakah aku sedang menjalaninya untuk mencapai hal-hal yang belum tercapai? Ada yang iya dan ada juga yang tidak.

Ya kalau tidak ada upaya yang dijalani, tentunya tidak mungkin dong tercapai? Nah bener itu.... jadi aku sendiri tau kok kira-kira, apa yang masih mungkin dicapai, dan apa yang mungkin tidak akan tercapai, karena aku tau seberapa besar upayaku saat ini untuk menjalani/mencapainya.

Apa penyesalan terbesarku dalam hidup?

- Aku tidak cukup memberikan kebahagiaan buat Mama semasa hidupnya, semoga menjadi anak (baik) dan mendoakan beliau setiap harinya sekarang bisa memberikan kebahagiaan baginya di alam sana.

- Aku tidak memaksakan diri untuk mengambil pendidikan lebih tinggi (S2), mungkin.... mungkin kalau aku mengambil S2, karirku akan lebih tinggi dari yang bisa aku capai saat ini.

- Aku tidak mencintai diriku sendiri cukup besar sehingga membiarkan badanku menjadi sebesar ini, dan tidak punya cukup motivasi yang besar untuk membuat perubahan berarti, dan motivasi cukup besar untuk bisa rutin berolah raga, semoga aku bisa memaksakan diriku untuk melakukan yang terbaik bagi badanku, sebelum semua organ-organnya terlalu tua dan rusak untuk diajak berolah raga.

- Aku belum mempersiapkan masa pensiunku, dengan memiliki usaha sendiri yang paling tidak bisa untuk makan aku dan suami, mungkin dengan membuka kantor konsultan pajak sendiri? Atau punya cafe? Atau yang lainnya, agar tidak menyusahkan anak-anak kelak, karena tidak ada kewajiban mereka untuk memberi makan orang tuanya, kecuali atas keinginan mereka sendiri.

Dan akhir kata dalam tulisan ku ini, di usiaku yang ke 50 ini, aku ingin mengucapkan:

Terima kasih Allah, Tuhanku yang senantiasa menjagaku

Terima kasih Mama dan Bapak, telah memungkinkan aku lahir dan menikmati kehidupanku di dunia ini, dan terutama Mama (karena Bapak sudah meninggalkan kita saat usiaku 3th) yang telah mengajarkanku semua yang aku butuhkan untuk bisa survive dalam kehidupan yang tidak mudah ini, namun semua worth it bila dijalankan dengan baik. Mama adalah single parent, yang mendidik aku dan adikku dengan tough love, bebas bertanggung jawab, dan dilepaskan sesaat setelah kami lulus kuliah, tidak akan dicari bila kami ngambek dan kabur dari rumah, dibiarkan "menikmati" konsekuensi dari apapun yang kami pilih dan kami lakukan, tidak ada pelukan, tidak ada warisan, kita disiapkan untuk menghadapi apapun yang terburuk yang bisa terjadi dalam hidup, dan alhasil, aku dan adikku bisa survive di atas kaki kita sendiri dan bisa menghidupi keluarga kita dengan baik, tanpa pernah membebani orang lain. Bahkan agamapun kami dibebaskan memilih. Dan (untungnya atau sayangnya ya?), kita pun mendidik anak anak kita dengan cara yang sama, walaupun berbeda caranya namun prinsipnya sama, mohon maaf ya anak-anak... that is the only parenting style we know and we believe that is the best for you. Maaf bila menjadi anak-anak kami (aku dan adikku) terasa berat.

Terima kasih suamiku, anak-menantuku, telah menjadi kebahagiaan terbesarku

Terima kasih keluarga besarku, yang telah mendukung dan mendoakan yang baik

Terima kasih teman-temanku, yang telah mewarnai hidupku

Terima kasih kantor tempatku bekerja (dan pernah bekerja), telah menjadi saluran rejeki bagiku dan keluargaku

Terima kasih tetangga-tetanggaku, dan semua yang pernah aku kenal atau mengenalku, atas kebaikan yang pernah aku rasakan, bahkan hanya untuk senyuman di pagi hari, atau tidak membuat hidupku lebih sulit

Terima kasih Indonesiaku, aku diijinkan menjadi warga negaramu, menikmati keamanan dan kedamaian, dengan berbagai gejolak yang terjadi, namun tetap terjaga semuanya

Semoga aku tetap dapat merasakan rasa syukur sampai Malaikat Izrail menjemputku.

Amin.

Cipanas 21-23 November 2020




Comments

  1. Rasa syukur atas kelimpahan yang telah engkau terima adalah jaminan terbaik bahwa kelimpahan itu akan terus berlangsung..-nabi Muhammad

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pendidikan Dasar Wanadri, Mau Bikin Anakku jadi Apa?

Skinhead

beng-beng