Fine

Judul di atas ga ada hubungannya dengan move on setelah putus dengan pacar. Ini mengenai perasaan seorang Ibu.

Menjadi Ibu adalah salah satu pekerjaan yang membutuhkan usaha dan tenaga dan perhatian 24/7, artinya 1x24jam, 7 hari seminggu. Sejak ada janin bertumbuh di rahim seorang Ibu hingga sang ananda diminta dan disyahkan penyerahan tanggung jawabnya dalam ijab qabul.

Apapun pekerjaan seorang Ibu, apakah ibu rumah tangga ataupun ibu bekerja, baik dekat maupun jauh, hukum 24/7 tidak akan berbeda. Sepertinya memang Allah sudah memberikan perasaan itu sejak ditakdirkan menjadi seorang Ibu, apabila kemudian sang Ibu memutuskan untuk tidak menjalankan atau memang keadaan tidak memungkinkan untuk menjalaninya, biasanya paling tidak ada di dalam pikiran dan doa Ibunda.

Aku, adalah seorang Ibu dari 2 anak-anak dan sekaligus bekerja. Banyak memang pengorbanan yang harus aku jalani untuk menjalani peran keduanya selama lebih dari 20th, tidak mudah, namun terus aku jalani dengan keikhlasan yang sebisa mungkin aku lakukan.

Aku, menjalankan roda rumah tangga, sekaligus berusaha menjadi Ibu yang dekat dengan anak-anak (walaupun dalam keseharian harus jauh secara fisik), yang memberikan kebebasan yang bertanggung jawab pada anak-anak, yang berusaha memenuhi semua kebutuhan anak-anak, untuk memberikan fasilitas agar anak-anak bisa fokus pada pendidikan dan bekal yang akan menjadi pegangan mereka di masa mendatang, sampai tiba waktunya bagi mereka untuk menjalani kehidupan mereka sendiri.

Tidak ada yang lebih membahagiakan pada saat mengetahui segala yang aku lakukan membuat anak-anakku bahagia dan tidak ada yang lebih membuat hatiku bersedih saat segala yang aku lakukan justru membuat mereka tidak merasa berbahagia.

Suamiku yang suka mengingatkan untuk menurunkan ekspektasi terhadap apapun/siapapun, sehingga mengurangi kekecewaan. Tapi gimana coba caranya "menerima" sesuatu yang kita pikir baik-baik saja, tapi ternyata tidak baik-baik saja, dan membuat orang lain tidak nyaman berada di dekat kita?

Aku dididik oleh Mama almarhum (Al Fatihah buat beliau) untuk tidak bergantung pada siapapun, dan hidup itu pada hakikatnya adalah sendiri.  Belajar untuk berbahagia sendiri. Itu yang membuat aku kuat hidup "sendirian" selama 5 hari dalam seminggu untuk bekerja. Membuat semua waktuku untuk kebahagiaan kedua anak-anakku. Tidak mudah menerima kenyataan bila kehadiran/perhatianku tidak lagi menjadi sesuatu yang membahagiakan bagi anakku.

Tentu kasih sayang, cinta seorang Ibu tidak akan luntur oleh apapun, apalagi hanya perilaku sang ananda, hanya saja bagaimana cara mencintai yang mungkin perlu dimodifikasi, tidak dengan perhatian penuh seperti yang aku lakukan selama ini.

Kadang miris, mengetahui banyak sekali anak-anak di luar sana yang mendambakan perhatian penuh dari Ibunda, sementara Ibunda mereka sibuk dengan banyak hal lain, dan aku yang senantiasa membuat prioritas sangat tinggi buat anak-anak, bukan lagi menjadi hal yang terbaik bagi mereka.

If you stop talking to me, fine, I will be just fine.......

Comments

Popular posts from this blog

Pendidikan Dasar Wanadri, Mau Bikin Anakku jadi Apa?

Skinhead

beng-beng