Gagal Move On

Gagal move on, jadi istilah yang kekinian sekarang, istilah untuk orang yang susah move on dari masa lalunya, yang masih hidup di masa lalu, yang bahkan sudah tidak sesuai lagi dengan keadaannya saat ini.  Keadaan sudah berubah, tapi hatinya, jiwanya masih di masa lalu.

Aku bukan mau cerita tentang gagal move on soal percintaan, tetapi tentang gagal move on bagi para Ibu, para Mama, para Mommy, yang masih hidup di masa remajanya, padahal sudah memiliki anak remaja.

Bagaimana Mama yang gagal move on itu?

Sang Mama masih suka berpakaian ala remaja, pake hot pants, pake tank top yang bukan pada waktu dan tempat yang pas.  Aku bukan mau nge-judge cara orang berpakaian, itu hak asasi manusia, mau pakai apapun terserah aja, apalagi masih terlihat cantik dan sexy.  Tetapi kadang ada para Mama yang tampak kurang pantas berpakaian ala ala remaja di tempat tempat yang tidak sepantasnya hingga membuat bahkan anak gadisnya menjadi jengah, membuat suaminya geleng-geleng kepala. Itu berlebihan.

Masalah pakaian sebetulnya tidak seberapa dibandingkan dengan perilaku, ini lebih parah.  Perilaku remaja putri yang memang waktunya mulai genit-genit sama lawan jenis, normal lah, tetapi para Mama gagal move on yang masih genit-genit sama para lelaki, apalagi sama berondong (red: cowok muda) bahkan pacar anak gadisnya, agak berlebihan ya?

Perilaku Mama gagal move on lain adalah masalah pertemanan. Pertemanan itu baik bahkan sampai umur berapapun sepanjang pada porsinya dan dengan niat silaturahmi.  Mulai dikatakan sebagai Mama gagal move on apabila kebutuhan bergaul sama teman temannya sudah menghabiskan seluruh waktunya hingga tidak sempat lagi mengurusi anak ataupun suami.  Tidak ada ikatan emosional sama anak anak karena sang Mama tidak pernah di rumah, tidak mengenal anaknya dan tidak ada keinginan untuk menjadi ada/hadir dalam kehidupan anak-anaknya. Itu berlebihan.

Sebetulnya, aku mau melihat dari sisi sang anak yang memiliki Mama gagal move on seperti ini.  Keputusan untuk memiliki anak adalah keputusan besar berbanding lurus dengan tanggung jawab.  Tanggung jawab kita sebagai seorang Ibu untuk melahirkan, membesarkan, mendidik, dan hadir dalam kehidupan anak anak dari lahir hingga waktunya dilepaskan untuk menjalani kehidupannya sendiri.  Ibu adalah sosok yang akan diteladani oleh anak anak, yang akan menjadi role model mau menjadi Ibu seperti apa anak anak ketika mereka menjadi seorang Ibu suatu saat nanti.

Tanggung jawab yang berbanding lurus dengan waktu pikiran tenaga kita. Bila kita enggan memiliki tanggung jawab itu, pikirkanlah lagi bila ingin menjadi seorang Ibu.  Anak-anak dengan Mama gagal move on, akan menjadi anak yang kurang perhatian, sehingga akan berpengaruh terhadap percaya dirinya, dan bagaimana dia melihat hidupnya ke depan. Kurang tanggung jawab, kecewa dan malu terhadap sang Mama dan maunya kalau berani kabur saja dari rumah.

Tidak ada maksud untuk menghakimi atau menggurui siapapun dari tulisan ini, hanya terinspirasi dari satu kalimat saat aku menelpon anak gadisku yang sudah tinggal di luar kota (aku menyempatkan menelpon setiap hari untuk berbagi cerita). "Bu, I love you", kata kata biasa yang kita ucapkan setiap hari, tapi saat kemarin itu diucapkannya berkali-kali. "Kenapa?" aku tanya akhirnya. "Terima kasih menjadi Ibu yang benar benar menjadi Ibu buat aku bahkan bisa menjadi sahabat. Aku habis menonton acara di tv tentang anak anak yang Ibunya berperilaku seperti ABG dan sangat menyakitkan buat anak-anak mereka".

Aku katakan, itu memang keputusan dan pilihan setiap orang/setiap Ibu, karena sesungguhnya seberapapun umur kita, jiwa kita di dalam tidak berubah rasanya. Masih sama seperti saat kita masih remaja.  Tetapi kesadaran menjadi dewasa dan berperilaku dewasa itu membutuhkan effort dan tanggung jawab.  Berfikir lebih jauh akan konsekuensi atas segala tindakan yang kita lakukan-lah yang kemudian membedakan kita (para orang dewasa) dengan anak remaja.

Semoga kita semua sadar bahwa anak anak yang kita miliki, tidak memilih untuk menjadi anak kita, kitalah yang membuat mereka ada dengan pertolongan Allah tentunya. Oleh karenanya, ambil tanggung jawabnya, berikan yang terbaik bagi mereka, buatlah mereka berbahagia dan bersyukur memiliki orang tua kita (bukan terpaksa sayang terpaksa hormat karena keharusan atau takut dosa).  Siapkan mereka untuk bisa survive karena mereka akan menjalani kehidupan mereka sendiri kelak.

Tidak perlu sibuk menjadi orang tua sempurna, karena tidak ada manusia yang sempurna, jadilah diri kita apa adanya dan teruslah belajar menjadi orang tua yang baik.........nasehat buat aku sendiri.

Comments

Popular posts from this blog

Pendidikan Dasar Wanadri, Mau Bikin Anakku jadi Apa?

Skinhead

beng-beng